BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nabi
Muhammad saw., setelah resmi diangkat menjadi Rasulullah, menyebarkan ajaran
Agama Islam di Jazirah Arab dengan cara sembunyi-sembunyi, setelah pengikut
Agama Islam telah banyak dari keluarga terdekat Nabi dan sahabat, maka turun
perintah Allah untuk menyebarkan Islam secara terang-terangan.Namun dalam
penyebarannya tidak berjalan mulus, Rasulullah dalam menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari suku Quraisy . Islam disebarkan dan dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh para penganutnya yang setia membela Islam meski harus dengan pertumpahan darah dalam peperangan, sehingga Islam dapat berkembang dalam waktu yang relatif singkat.
penyebarannya tidak berjalan mulus, Rasulullah dalam menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari suku Quraisy . Islam disebarkan dan dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh para penganutnya yang setia membela Islam meski harus dengan pertumpahan darah dalam peperangan, sehingga Islam dapat berkembang dalam waktu yang relatif singkat.
Sepeninggal
Rasulullah saw., kepemimpinan Islam dipegang oleh Khulafā’ al-Rāsyidīn. Pada masa ini Islam
mengalami kemajuan yang sangat pesat, bahkan telah meluas ke seluruh
Wilayah Arab. Meskipun Islam telah berkembang pada masa ini, namun juga banyak
mendapat tantangan dari luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah
Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan di daerah hingga terjadi perang
saudara. Salah satu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan antara
Muawiyah dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase,
sehingga Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang
ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut Ali bin Abi Thalib
bersepakat untuk membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena dianggap telah
kafir dan halal dibunuh. Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib
yang berhasil dibunuh.
Berakhirlah
masa Khulafā’ al-Rāsyidīn dan digantikan oleh
pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sofyan. Pada
masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala aspek hingga
perluasan daerah kekuasaan.
Setelah
pemerintahan Dinasti Umayyah berakhir, maka pemerintahan Islam digantikan oleh
pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam
sejarah pemerintahan Umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman
Nabi Muhammad saw. Dinasti ini berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap
pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah wafat Rasulullah
saw., yaitu menyandarkan khilāfah kepada
keluarga Rasulullah dan kerabatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Sejarah
berdirinya Dinasti Abbasiyah ?
2. Bagaimana
kemajuan-kemajuan Dinasti Abbasiyah ?
3. Apa
sebab-sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah ?
4. Dinasti
kecil apa saja yang muncul di barat dan di timur ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
berdirinya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah
Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman
Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti
ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, dan budaya.[1] \
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan
kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak
masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal
liberal dan memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu
didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin
Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan,
meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim
meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan
karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan
Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah,
termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[2]
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah
atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang
secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah
secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu,
untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa
melakukan pemberontakan terhadap Umayah.[3]
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai
dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama
Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang
panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah umayah I,
terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan
yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan
kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan
dalam pemerintahan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan
mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini
menghimpun:
a) Keturunan
Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan
Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan
bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132
H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad,
Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah
dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu
al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah
sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai
Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775)
memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran
dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah
Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan
menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah Abbasiyah mengalami
tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk.
Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a. Periode
Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan
Besi
Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan
demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping
Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun.
Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu
Jakfar al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal
bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abasiyah.[8]
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada
kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini
telah diletakkan dan dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur,
maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak
masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman
keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Jakfar, dan
mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para
Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada
khususnya dan kebudayaan pada umumnya….[9]
b. Periode
Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam
ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan
antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah
Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang
lemah.[10]
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan
Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor
penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama,
luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat.
Yang kedua, profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka
menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan
tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup
lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c. Periode
Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi
merupakan cirri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk
ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran
Syi’ah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah
dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada
tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi
wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan
\Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam,
karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.[11]
d. Periode
Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah
Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani
Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena
kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai
orang-orang Syiah. [12]
e. Periode
Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini,
Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu.
Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya
wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah
tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656
H/ 1256 M.[13]
B. Kemajuan-Kemajuan
Dinasti Abbasiyah
Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki perkembangan dan
kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti
Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama islam,
sehingga masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan “The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa
keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode
Harun dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah
dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting
dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 malam.
Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden
Age of Islam.[14]
Adapun
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut :
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani
Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang
non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis.
Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa tertinggi sekaligus menguasai
jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para khalifah tidak
peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera
mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh
seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan
oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah
pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam
wazir, yaitu wazir yang memiliki kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir
(tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang pertama disebut juga wazir utama atau
sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui
khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para
khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir
tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja.[15]
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan,
maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian
tersebut ialah (1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj
(Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4)
Diwan al_khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department).
Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan
al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim
(Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of
Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya
(the Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection).
Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request).[16]
Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode Abbasiyah, antara lain, Diwan
al-Syurtha (Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-Surtha yang beda
dengan zaman Umayyah, mereka terbagi tugasnya sesuai dengan kondisi wilyahnya.
Tugas mereka paling utama adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan
nyawa masyarakat. Sementara itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.[17]
Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki tugas masing-masing dalam
pemerintahan daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan yang sangat penting.
Demi kelancaran admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam
beberapawilayah administrasi yang dapat disebut provinsi dan masing-masing
provinsi yang dikepalai seorang Amir yang melaksanakan tugas
khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. Khalifah yang mengangkat dan memecat
atau memindahkan ke Provinsi lain. Pada umumnya, pendapatan provinsi digunakan
untuk provinsi dan sisanya di kirim ke pemerintah pusat.[18]
2. Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada
persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan
dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran
memadai tentang kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali
membawa dinasti ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa
majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat
taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak terbukti efektif. Saat
unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang dimerdekakan,
mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh
hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh
Persia dan kemudian oleh Turki.[19]
3. Kegiatan
ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan
peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan
Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban
dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam
itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.[20]
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam sel\lu
bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada
Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi
diarahkan kedalam ma’had.[21]
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia
Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami
kebangunan di segala bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju,
jaya dan makmur.[22]
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah
Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan
lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan
istana para kahlifah Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai
pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan
banyak berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti
jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada Khalid ibn
Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari
Bactra, dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat,
yang condong kepada paham Mu’tazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga
menjadi pendidik anak-anak Khalifah. Diakuinya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi
Negara pada masa Khalifah Ma’mun (827 M). Mu’tazilah adalah aliran yang
menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada manusia. Aliran ini
telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa awal Dinasti Abbasiyah,
yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih menggunakan rasio baik
dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan dengan ajaran Islam. Inilah
faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan melalui
Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah di Eropa
Barat Daya seperti Seville, Cordova, al-Hamra.[23]
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur,
Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan
sehingga terpengaruh dalam kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada
peningkatan ilmu pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang
dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu
dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli eperti
ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti kedokteran, Manthiq,
olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah dimulai oleh umat
Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat Islam, semasa
Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala bidang.[24]
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari
perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Qur’an dan Hadis) yaitu seperti ilmu
tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih,serta
pembukuan kitab-kitab hukum. Sedangkan perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu
kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain lain.[25]
4. Peran
Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas
aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan
kegiatan yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang
paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka
menerjemahkan dari buku-buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau
Yunani kedalam bahasa arab yang telah dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya,
Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan kepada para
cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka menerjemahkan buku-buku
tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa
arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku
kedokteran kedalam bahsa arab.[26]
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdadsebagai akademi
pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga
penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih
(777-857 M) murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq,
murid Yahya sebagai ketua kedua.[27]
Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya menerjemahkan,
bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq
(pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu
dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan,
analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Dengan
kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing lahirnya teori-teori
baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang yang telah
dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari
ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada
masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah
muncul ulama-ulama besar …[28]
Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui
hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke-7
M,mereka menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa
arab dan menjadi buku-buku yang disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan
zaman pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah,
Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu.
Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di
dunia Islam.[29]
C. Sebab-Sebab
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu persatu
wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa yang
sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa
Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya
mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak
lagi berada dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali
Dinasti Islam berdiri.[30]
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.
1. Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera
Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari
laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang
hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah
dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikasi
masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat
informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi
pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri
sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Ma’mun dinasti ini mulai
mengalami kemunduran. Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di
ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para Khalifah yang makin
lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang tidak terkendali
bagi Khalifah, …[31]
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering
gonta-gantinya putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana
yang tidak menjadi keatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah.
Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun adalah bukti nyata. Disamping itu,
tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga
memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.[32]
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi
kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan
wilayah-wilayah (Provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan
bidang pertaniandan industri. Saat para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk
kalangan istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya
independensi dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka
tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat. Sementara itu, disisi lain
meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang
penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran,
serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.[33]
Dalm buku yang ditulis Abu Su’ud[34], dijsebutkan faktor-faktor intern yang
membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain : (1) adanya
persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah
Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki. (2) terjadinya perselisihan
pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi
pertumpahan darah. (3) munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat
perpecahan social yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi kemerosotan tingkat
perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
2. Eksternal
Disamping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa
nasib dinasti ini terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa
Mongol. Latar belakang penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad,
salahsatu faktor utama adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh
Hasan ibn Sabbah (1256 M) dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah
Isma’iliyah ini sangat mengganggu di wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di
wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.[35]
Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu
Chengis Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut.
Kemudian menuju ke Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol
mengepung kota Baghdad selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal,
akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal
itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.[36]
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang
pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah
dengan gelar Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan
kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan.
Jabatan yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil
oleh Sultan salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan
demikian, makahilanglah Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.[37]
Sedangkan faktor ekstern[38] yang terjadi adalah (1)
berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan, dan yang paling menentukan
adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan,
yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu
perpustakaan di Baghdad.
D. Dinasti
Kecil di Barat dan Timur
Lima tahun setelah berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, Abd al-Rahman muda, satu-satunta keturunan Dinasti Umayyah
yang dari pembantaia masal. Satu tahun kemudian, tahu 756, dia
mendirikan sebua Dinastiyang kelak menjadi dinasti besar.
Selanjutnya pada 785, Idris ibn Abdullah, cicit al-Hasan ikut
serta dalam salahsatu pemberontakan sengit kelompok Ali di Madinah. Perlawanan
tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke \Maroko (al-Maghrib).
Disana dia berhasil mendirikan kerajaan yang mengabadikan namanya selama hampir
dua abad (788-974) berikutnya yaitu Idrisiyah, yang menjadikan Fez, sebagai
ibukota utamanya adalah dinasti Syiah pertama dalam sejarah.
Ketika Idrisiyah-Syiah meluaskan daerah kekuasaannya di sebagian Barat
Afrika Utara, Aglabiyah_Sunni juga melakukan hal yang sama ditimur. Di luar
wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrii ka kecil, terutama Tunisia)., Harun
al-Rasyid pada 800 telah mengangkat Ibrahim ibn al-Aglab sebagai gubernur dan
berdiri sendiri dalam memerintah.
Dinasti selanjutnya adalah ZiyadatAllah merupakan penerus Ibrahim. Dinasti
itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antar
Asia dan Eropa. Dengan armadanya yang lengkap, mereka memporak-poranadakan
kawasan pesisir Italia, Prancis, Korsika, dan Sardinia.
Tidak lama setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir
dan Suriah, muncul lagi diasti Turki lain yang masih keturunan
faghanah yakni Iksidiyah yang didirikan di Fushtat. Pendirinya adlah
Muhammad ibn Thughj (935-946). Dnasti sebelum Iksidiyah adalah dinasti Thulun
yang berumur pendek (869-905), di Mesir dan Suriah adalah Ahmad ibn Thulun.
Ke wilayah utara, Iksidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti
Hamdaniyah yang Syiah.dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia dengan
Mosul sebagai ibukotanya.. mereka adalah keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku
Thalib, di bawah pimpinan Syf al-Dawlah.
Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah
kekuasaan khalifah di Barat, proses yang sama juga tengah terjadi di timur,
terutama dilakukan oleh orang Turki dan Persia.
Dinasti yang pertama mendirikan sebuah Negara semi-independen disebelah
timur Baghdad adalah orang yang pernah dipercaya al-Ma’mun untuk
menduuduki jabatan jenderal yakni Thahir ibn al-Husayn dari Khurasan. Ia
pendiri dinasti Tahiriah berkuasa sampai tahun 872, dan digantikan oleh Dinasti
Saffariyah. Yang bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia selama 41 tahun
(867-908), didirikan oleh Ya’qub ibn al-Laits al-Saffar. Kemudian dinasti ini
digantikan oleh Dinasti Samaniyyah yang didirikan oleh Nashr ibn Ahmad
(874-892)
Salah seorang budak Turki yang disukai dan dihargai oleh penguasa
Samaniyyah,serta dianugerahi pos penting dalam pemerintahan adalah
Alptigin. Pada 962, dia merebut Ghaznah terletak di Afghanistan dari tangan
penguasa pribumi dan mendirikan sebuah kerajaan independen dan berkembang
menjadi imperium Ghaznawi,.Wilayahnya meliputi Afghanistan dan Punjab
(962-1186), pendiri Dinasti Ghaznawi yang sesungguhnya adalah Subuktigin. Enam
belas raja Ghaznawi yang kemudian menggantikannya adalah keturunan
langsung darinya.[39]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita menguraikan masalah mengenai Dinasti Abbasiyah maka dapatlah
kita mengambil suatu kesimpulan yaitu :
1. Dinasti
Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan
oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[40]
2. Pada
masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah dicapai yaitu dalam
bidang administrasi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3. Kemunduran
Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari banyak faktor yaitu faktor internal dan
eksternal.
B. Saran
Bila mana dalam makalah
ini terdapat kekeliruan maka saran dari pembaca sangat diharapkan agar karya
ini dapat dijadikan suatu bahan informasi sesuai dengan tujuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan,
Hassan Ibrahim. Tarikh Al-Islam (Kairo: Maktabah
Al-Nahdhoh Al-Misyriyah.
Hitti,
K, Philip. Terj. History Of The Arabs. cet. I (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta,2005)
Karim,
Abdul, M. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I,(Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007).